Rabu, 20 April 2016

Elektrokimia : SEL VOLTA/GALVANI

SEL VOLTA

Sel Volta (sel galvani) memanfaatkan reaksi spontan (∆G < 0) untuk membangkitkan energi listrik, selisih energi reaktan (tinggi) dengan produk (rendah) diubah menjadi energi listrik. Sistem reaksi melakukan kerja terhadap lingkungan
Sel Elektrolisa memanfaatkan energi listrik untuk menjalankan reaksi non spontan (∆G > 0) lingkungan melakukan kerja terhadap sistem
Kedua tipe sel menggunakan elektroda, yaitu zat yang menghantarkan listrik antara sel dan lingkungan dan dicelupkan dalam elektrolit (campuran ion) yang terlibat dalam reaksi atau yang membawa muatan.
KOMPONEN SEL VOLTA
Rangkaian sel elektrokimia pertama kali dipelajari oleh LUIGI GALVANI (1780) danALESSANDRO VOLTA (1800). Sehingga disebut sel Galvani atau sel Volta. Keduanya menemukan adanya pembentukan energi dari reaksi kimia tersebut. Energi yang dihasilkan dari reaksi kimia sel Volta berupa energi listrik

Rabu, 06 April 2016

Asas Le Chatelier

Prinsip Le Chatelier menyatakan bahwa bila suatu sistsm setimbang dinamik mendapat gangguan yang mengganggu kesetimbangan maka sistem akan berubah sedemikian hingga gangguan berkurang dan jika mungkin kembali ke keadaan setimbang

Pada asas Le Chatelier dipengaruhi beberapa faktor yakni perubahan konsentrasi pereaksi atau hasil, perubahan suhu reaksi, perubahan takanan atau volume reaksi, penambaham gas inert dan penambahan katalis.

foto henry louis Le chatelier penemu asas Le chatelier
Henry louis Le chatelier

Paradigma Integrasi Interkoneksi

INTEGRASI INTERKONEKSI
             Bagi kalangan intelektual muslim khususnya di Indonesia sudah tidak asing lagi dengan istilah konsep integrasi dan interkoneksi, apalagi bagi mahasiswa UIN (Universitas Islam Negeri) di Indonesia, kedua istilah ini sudah menjadi bahan pembicaraan rutin dalam forum diskusi formal maupun informal di lingkungan kampus. Di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta misalnya, istilah integrasi dan interkoneksi sudah diperkenalkan sejak mahasiswa mengikuti sosialisasi pembelajaran dan sosialisasi kurikulum. Akan tetapi satu hal yang disayangkan adalah familiernya mahasiswa dengan istilah integrasi interkoneksi ini tidak diikuti dengan pemahaman yang komperehensif terhadap kedua istilah tersebut. Akibatnya konsep integrasi interkoneksi yang menjadi pijakan UIN dalam mengembangkan ciri khas keilmuannya seakan hanya menjadi wacana dan belum aplikatif di kalangan mahasiswa khususnya, walaupun ada kemungkinan juga terjadi di kalangan sebagian tenaga pendidiknya. Di sisi lain alasan kewajaran bisa diberikan karena transformasi IAIN menjadi UIN juga belum terlalu lama, akan tetapi sebagai lembaga pendidikan tinggi yang mengusung konsep integrasi dan interkoneksi hendaknya lebih cepat dalam mengembangkan pemahaman konsep ini di kalangan internal sebelum mensosialisasikan kepada kalangan eksternal kampus. Maka dalam hal ini akan kita ulas mengapa konsep integrasi interkoneksi masih sulit dipahami dan tulisannya hanya menjadi penghias di buku-buku kurikulum (filosofis kata-katanya tetapi tidak dimengerti maknanya).